Al-adab qabla al-‘ilmi “adab sebelum ilmu”. Ungkapan ini sering sekali terdengar di lingkungan pendidikan Islam, khususnya pesantren.
Hal
ini mengingat penting dan mulianya pendidikan adab. Imam Malik pernah berkata,
“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
Ibnu
Mubarak juga menegaskan, “Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun,
sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.”
Demikian
halnya dengan Al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim juga
menguatkan pentingnya menjaga adab, khususnya terhadap guru. Beliau mengatakan,
“Ketahuilah, seorang murid tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat ilmu
yang bermanfaat, kecuali ia mau mengagungkan ilmu, ahli ilmu, dan menghormati
guru.”
Ilmu yang berkah berarti ilmu yang memberikan nilai kemanfaatan
dan kebaikan di dalamnya. Salah satu tandanya adalah ilmu tersebut diamalkan
dan bermanfaat untuk dirinya dan orang lain serta mendatangkan kebaikan.
Adab juga merupakan cerminan dari baik buruknya akhlak seseorang.
Akhlak yang baik ini menjadi tugas utama dari diutusnya Rasulullah SAW.
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR Ahmad).
Jadi, amanah mendidik adab dan akhlak sekaligus selaras dengan
misi Nabi dan Rasul.
Mendidik adab membutuhkan proses waktu yang tidak sebentar. Butuh
komitmen dan konsistensi yang baik dalam mengawal proses internalisasi.
Banyak ulama dalam mempelajari adab itu lebih lama ketimbang
mempelajari ilmu. Dan perlu disadari bahwa faktor terpenting yang mempengaruhi
baik burukya perilaku, yaitu lingkungan, baik keluarga, sekolah ataupun
masyarakat.
Oleh karena itu, dibutuhkan strategi dan cara-cara khsusus dalam proses
mendidik adab seorang murid. Setidaknya ada empat tahapan yang penting
dilakukan untuk mendidik adab.
Pertama,
memberikan uswah atau contoh
yang baik, sebagaimana yang telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW dalam mendidik
para sahabatnya.
Kedua,
proses pemahaman (al-fahm). Hal ini
dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman yang benar tentang adab yang baik
yang harus dikerjakan, dan adab yang buruk yang mestinya ditinggalkan. Proses
ini dapat dilakukan melalui pembelajaran, kajian, diskusi, sosialisasi, dan
lain sebagainya.
Ketiga,
proses pembiasaan (ta’wid). Hal ini
bisa dilakukan dengan membiasakan murid melakukan adab-adab yang baik. Bisa
melalui program-program khusus seperti pembiasaan shalat berjamaah, zikir,
budaya bersih, jujur, salam, menghargai teman, dan lainnya.
Keempat,
proses pengawasan (muraqabah).
Pengawasan dapat dilakukan langsung oleh para guru atau petugas khusus, atau
juga bisa dibantu dengan teknologi yang ada. Pengawasan ini diharapkan dapat
menjadi kontrol sosial untuk mengendalikan perilaku dan adab.
Tentu yang paling terpenting dalam pengawasan ini adalah dengan
menanamkan sikap ihsan, sehingga setiap murid harapannya memiliki kesadaran
tentang pengawasan dari Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda tentang ihsan, “Engkau menyembah Allah
seolah-olah melihat-Nya, jika engkau tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya
Dia melihatmu.” (HR al-Bukhari no 50 dan Muslim no 8).
Setelah segala upaya dan ikhtiar dilakukan maka yang terakhir
adalah berdoa kepada Allah SWT. Doa inilah yang akan menjadi senjata terakhir
untuk mengetuk rahmat Allah SWT agar supaya menjadikan para murid insan yang
beradab.
Wallahu a’lam
Oleh MUHAMMAD RAJAB
https://www.republika.id/posts/41706/adab-sebelum-ilmu